Dear Tuan Malaikat,
Sesetia
asin dalam luasnya lautan, aku mencintaimu dengan segala kepiawaianku meramu
rasa. Kerasnya karang pada setiap hantaman ombak, senyumku menjelma tameng hati
yang selalu mengajakmu untuk tidak memikirkan sesuatu yang tidak perlu untuk
dipikirkan. Sebuah hal kecil misalnya, aku pernah kecewa, itu hanya hal kecil!
Iya :) Apa kamu pernah mengertiku di kala itu? Sungguh, hanya beberapa serangga
merah merayap berbaris lucu yang membuat otakku untuk tidak terus memikirkan
sebuah kekecewaan itu. Mudah bukan? Satu masalah usai :)
Wahai
Tuan, ini tentang sebuah rindu yang mengkarat. Tanpa ujung. Bahkan lebih usang dari
nisan di pekuburan. Tak terjamah! Ah, aku belum ingin berhenti menanti, tapi
ketika hati ini menjerit kesakitan, apalah daya? Saya bukan anda, iya, Malaikat..
Tolong
mendekatlah, Tuan.. satu langkah untuk membuat isak ini berhenti. Dua langkah,
untuk aku benar-benar terjaga nyaman karena kau telah nampak dalam ruang tatap kita. Dan tiga langkah, ini mungkin terdengar
berat.. hanya saja, aku menginginkannya. Bukan aku mendahului Tuhan dengan
menebak ini yang terakhir, tapi hati lebih jarang salah dari apa yang kita
pikirkan. Beberapa detik yang lalu, hatiku berbisik pada beberapa celah terbuka
dalam otakku, katanya, “Jika lelaki itu maju hingga langkah ke tiga, mintalah
ia untuk mengulurkan tangan dan menghapus air matamu. Jika kamu tanya ‘mengapa?’
jawabannya mudah, ia sudah tidak mencintaimu, dan ini yang terakhir tangannya
mengusap pipimu dan menyeka air matamu..”
"Dan, bukankah aku telah memberimu kepercayaan untuk ‘kembali’ menjaga hatiku. Pun, sebelum itu harus kamu tau bahwa kepercayaan itu tak ubahnya kertas, sekali ia kusut, maka akan susah untuk bagus lagi . . ."
Beberapa waktu yang
lalu, sebuah kenang tentang “Berusaha menjadi orang yang bisa
mempertanggungjawabkan setiap janjinya..” menelusup begitu saja pada deret
lamunanku akan terngiang kamu yang, emm.. sedang dalam proses menemukan titik
jenuhku mencintaimu dan berharap aku akan menucapkan sebuah frasa tolong itu
lagi. Ah, mulutku sudah terlalu ricuh untuk itu. Aku tidak bisa, dan mulai
tidak terbiasa. Jadi, maaf :) Aku akan bertahan, untuk cinta kita dan dengan
janjimu beberapa kala waktu.
Tertanda,
Kekasihmu (˘⌣˘)ε˘`)
#UniversitasIndonesia
0 comments:
Post a Comment