Thursday, January 30, 2014

Catatan untuk Malaikat ~

Dear Tuan Malaikat,

            Sesetia asin dalam luasnya lautan, aku mencintaimu dengan segala kepiawaianku meramu rasa. Kerasnya karang pada setiap hantaman ombak, senyumku menjelma tameng hati yang selalu mengajakmu untuk tidak memikirkan sesuatu yang tidak perlu untuk dipikirkan. Sebuah hal kecil misalnya, aku pernah kecewa, itu hanya hal kecil! Iya :) Apa kamu pernah mengertiku di kala itu? Sungguh, hanya beberapa serangga merah merayap berbaris lucu yang membuat otakku untuk tidak terus memikirkan sebuah kekecewaan itu. Mudah bukan? Satu masalah usai :)
            Wahai Tuan, ini tentang sebuah rindu yang mengkarat. Tanpa ujung. Bahkan lebih usang dari nisan di pekuburan. Tak terjamah! Ah, aku belum ingin berhenti menanti, tapi ketika hati ini menjerit kesakitan, apalah daya? Saya bukan anda, iya, Malaikat..
            Tolong mendekatlah, Tuan.. satu langkah untuk membuat isak ini berhenti. Dua langkah, untuk aku benar-benar terjaga nyaman karena kau telah nampak dalam ruang tatap  kita. Dan tiga langkah, ini mungkin terdengar berat.. hanya saja, aku menginginkannya. Bukan aku mendahului Tuhan dengan menebak ini yang terakhir, tapi hati lebih jarang salah dari apa yang kita pikirkan. Beberapa detik yang lalu, hatiku berbisik pada beberapa celah terbuka dalam otakku, katanya, “Jika lelaki itu maju hingga langkah ke tiga, mintalah ia untuk mengulurkan tangan dan menghapus air matamu. Jika kamu tanya ‘mengapa?’ jawabannya mudah, ia sudah tidak mencintaimu, dan ini yang terakhir tangannya mengusap pipimu dan menyeka air matamu..”
           

"Dan, bukankah aku telah memberimu kepercayaan untuk ‘kembali’ menjaga hatiku. Pun, sebelum itu harus kamu tau bahwa kepercayaan itu tak ubahnya kertas, sekali ia kusut, maka akan susah untuk bagus lagi . . ."


Beberapa waktu yang lalu, sebuah kenang tentang “Berusaha menjadi orang yang bisa mempertanggungjawabkan setiap janjinya..” menelusup begitu saja pada deret lamunanku akan terngiang kamu yang, emm.. sedang dalam proses menemukan titik jenuhku mencintaimu dan berharap aku akan menucapkan sebuah frasa tolong itu lagi. Ah, mulutku sudah terlalu ricuh untuk itu. Aku tidak bisa, dan mulai tidak terbiasa. Jadi, maaf :) Aku akan bertahan, untuk cinta kita dan dengan janjimu beberapa kala waktu.
           
Tertanda,


Kekasihmu ˘)ε˘`)

#UniversitasIndonesia

0 comments:

Post a Comment